Lakukanlah segala
sesuatu dengan hati.
Dalam mengejar mimpi
dalam membuat karya lakukanlah semua itu dengan hati. Begitupun dengan
pekerjaan yang saat ini kita jalani, lakukan itu dengan hati karena dengan hati
semuanya terasa indah. Jika kita udah mencintai apa yang kita lakukan sekarang,
kita pasti aka melakukan segalanya tanpa ada imin
gan apapun. Denga cinta kita
pasti akan melakukan yang terbaik dan memberi karya yang terbaik buat orang
lain. Hasilnya mau orang itu menerima karya kita atau tidak jika kita
melakuakan dengan hati kita akan memiliki jiwa besar.
Saya mempunyai sbuah
cerita ketika saya magang di salah satu stasiun televisi lokal, awalnya aku
heran pada mereka. Mereka sebagi jurnalis harus sia siaga dan bekerja 24 jam.
Dalam hati ku berkata apa mereka tidak bosan?. Tiap hari ku perhatikan semua
yang ada disekelilingku mereka tampak bahagia tanpa beban dan penuh semangat.
Yah, aku kala itu sering sekali tidak masuk kantor karena jujur kala itu aku
merasa jenuh,
Cerita ini dimulai
ketika aku ditugaskan jobtraining di media oleh kampusku.
Yah.. ditempat ini salah satu tempat yang memberi kesempatanku mengaplikasikan ilmu di kampus. Kala itu aku keterima dan keesokan harinya aku bekerja. Namun suatu saat aku bertanya, “pak saya ingin magang di bagian news, selanjutnya tugas saya apa?”. Lalu pimpinan news berkata tugas kamu pelajari dapur redaksi, akmu amati bagaimana proses dari wartawan sampai ke media siaran”. Yah aku jalani semua itu. Suatu saat aku kebingungan, karena kala itu yang magang di news Cuma aku sendiri pkl lain di bagian produksi. Selama seminggu aku dicuekin layaknya bayangan yang terlihat namun tak dihiraukan. Di kantor aku terus keliling apa yang diperintahkan. Selanjutnya aku disuruh ngobrol dengan sekertarisnya tentang kantor. Kemudian aku bertemu dngan pimpinan newsnya ku bertanya pak tugas saya apa? Lalu ia mnejawab tugas kamu harus mencari ruh jurnalistik. karena menurutnya ruh itulah yang terpenting
Yah.. ditempat ini salah satu tempat yang memberi kesempatanku mengaplikasikan ilmu di kampus. Kala itu aku keterima dan keesokan harinya aku bekerja. Namun suatu saat aku bertanya, “pak saya ingin magang di bagian news, selanjutnya tugas saya apa?”. Lalu pimpinan news berkata tugas kamu pelajari dapur redaksi, akmu amati bagaimana proses dari wartawan sampai ke media siaran”. Yah aku jalani semua itu. Suatu saat aku kebingungan, karena kala itu yang magang di news Cuma aku sendiri pkl lain di bagian produksi. Selama seminggu aku dicuekin layaknya bayangan yang terlihat namun tak dihiraukan. Di kantor aku terus keliling apa yang diperintahkan. Selanjutnya aku disuruh ngobrol dengan sekertarisnya tentang kantor. Kemudian aku bertemu dngan pimpinan newsnya ku bertanya pak tugas saya apa? Lalu ia mnejawab tugas kamu harus mencari ruh jurnalistik. karena menurutnya ruh itulah yang terpenting
Disaat anak magang lain
asyik dengan dunia kerjanya saya hanya bisa diam dan memperhatikan mereka. Tak
hanya di kantor di ponselpun saya ngeliat status BBM teman- teman kampus
menulis pm tentang magang yang menyatakan mereka asyik dengan liputanya
sementara aku layaknya bayagan hitam. Yah aku heran kenapa tugasku begitu
berbeda. Ruh jurnalis, haduhh itu seperti dongeng saja. Apa itu ruh jurnalis,
aku mencari kemana ruh itu. Ah....
Terus aku sms, “pak
saya sudah melalui semingu mengenal dapur redaksi tugas saya apa? Apa boleh
saya liputan”. Saya bertemu dengan pemimpin news itu keesokan harinya, saya
kekeh pengen liputan karena saya merasa saya udah pernah belajar tatacara
liputan dikuliahan saya. Lalu dengan wajah ragu ia membolehkan saya liputan.
Ahhhh... perasaan ini begitu lega dijalan saya teriak- teriak girang diberi
kesempatan liputan.
Sore itu saya liputan, namun saya menyadari banyak kendala, pertama saya liputan seorang diri dari mulai reporter dan kameramen dan jujur saya belum pernah melakuan liputan yang seperti ini. Saya kebingungan hingga konsep tak terarah. Saya melihat minuman unik tentang es ubur- ubur saya liput itu.
Sore itu saya liputan, namun saya menyadari banyak kendala, pertama saya liputan seorang diri dari mulai reporter dan kameramen dan jujur saya belum pernah melakuan liputan yang seperti ini. Saya kebingungan hingga konsep tak terarah. Saya melihat minuman unik tentang es ubur- ubur saya liput itu.
hingga keesokan harinya
tiba- tiba pimpinan newsnya menyuruh
saya mnyerahkan liputan itu. ia melihat tulisanku. Yah, kala itu aku begitu
percaya diri karena aku percaya bakatku ditulisan bagus. Namun, dia kecewa
melihat tulisanku yang teramat brantakan. Aku sempat protes kala itu, “pak,
tapi menurut dosenku penulisan feature seperti ini?” lalu ia tersenyum, dan
menyuruhku belajar nulis lagi.
Selama seminggu aku
terus belajar nulis berita degan peristiwa imajinasiku. Namun diam- diam setiap
hari aku liputan namun kujadikan arsip pribadi. Awalnya aku bosan terus nulis..
nulis dan nulis. Namun kesini- kesini aku mulai nyadar konsep liputanku semakin
terarah ketika ku menulis. Nah, selanjutnya sambil aku menulis ia mengajariku
beberapa teknik menulis yang bagus. Karena menurutnya pada dasarnya menulis di
televisi itu menceritakan.
Dua minggu telah
berlalu, kemudian aku diperbolehkan liputan setelah tulisanku layak. Kemudian
aku liputan kepelosok pelosok mencari sesuatu yang unik. Aku bahagia liputanku
dimuat meski teknik kameraku teramat sangat buruk. Mulai dari itu dan
seterusnya aku mulai liputan.
Setiap hari aku disuruh
liputan, hingga suatu hari aku kehabisan berita. Sebenernya aku tau berita itu
selalu ada namun untuk hari itu benar- benar tak menemukan berita yang menarik.
Karena di TV berita itu harus ditonjolkan visualnya. Aku bulak balik jalan
kantor hingga aku memutuskan menyerah mencari berita. Aku diem dimesjid kala
itu. Aku layaknya orang tanpa arah aku heran dengan jurnalis disana setiap hari
mereka bisa menghasilkan 3 berita dengan berita yang bermutu dan bagus. Anehnya
lagi mereka bahagia melakukan itu. Lantas aku brita satupun susah dan aku
sering mengeluh.
Ku pernah berpikir
lebih baik kuberhenti saja jadi seorang jurnalis karena jurnalis itu butuh krja
ektra, engga pernah libur, dan cape gila. Ku mengeluh pada pimpinan news itu.
Ku iri dan bertanya “pak, aku salut dngan wartawan disana kenapa mereka bisa
menghasilkan berita setiap hari dengan berita yang bagus- bagus. Bagaimana caraya,
apa rahasianya”. Lalu pimpinan news itu menjawab karena mereka mereka sudah
mempunyai ruh dan naluri jurnalistik.
Jujur aku heran apa itu
naluri jurnalistik dan ruh jurnalistik? Apakah dengan semua itu aku bisa
menjadi seperti mereka.
Akupun liputan ku dijalan
berusaha mencari dan mencari berita seorang diri. Yah namanya juga di kampung
perisiwa yang layak jadi berita itu susah tak seperti di kota besar.
Selanjutnya aku mencium bau bolu, kuputuskan kesana. Ku mulai mengetuk pintu ku
liput berita tentang kue bolu. Lalu sesampainya di kantor ku serahkan liputan
itu, lagi- lagi teknik kameraku buruk. Ah.. lalu seperti biasa ku nonton berita
tv tempatku magang. Namun liputanku tak dimuat. Rasanya aku kecewa akupun
menangis ku begitu cape mencari berita dan hasilnya tak dimuat. Lalu keesokan
harinya ku mencari berita lagi dan lagi- lagi ku kebingungan mencari berita yah
aku kehabisan akal. Ditengah perjalanan aku menemukan plang tentang komunitas
amatir tinju.
Aku masuk ke pemilik
rumah itu. Ku wawancara dengan pelatih tinju disana.
Dia begitu menyambutku, yah.. aku senang dapet berita. Kuserahkan berita itu ke kantor. Kutunggu- tunggu berita tntang tinju itu. Namun, beritaku tak dimuat. Awalnya aku sedih dan kecewa tapi kumulai menyadari dan naluri jurnalistiku tanpa kusadari keluar. Tak pentig brita itu dimuat atau tidak yang penting kusudah berusaha dan ku sadar akan teknik kameraku yang jelek. Yah mungkin tak semua keinginan kita dapat terwujud. Mulai dari sana ku tak mengharap apapun ku tulus mencintai duniaku sebagai jurnalis. Ku berusaha belajar teknik kamera yang baik denga rumus wide, midle, close sesuai yang diajarkan disana.
Dia begitu menyambutku, yah.. aku senang dapet berita. Kuserahkan berita itu ke kantor. Kutunggu- tunggu berita tntang tinju itu. Namun, beritaku tak dimuat. Awalnya aku sedih dan kecewa tapi kumulai menyadari dan naluri jurnalistiku tanpa kusadari keluar. Tak pentig brita itu dimuat atau tidak yang penting kusudah berusaha dan ku sadar akan teknik kameraku yang jelek. Yah mungkin tak semua keinginan kita dapat terwujud. Mulai dari sana ku tak mengharap apapun ku tulus mencintai duniaku sebagai jurnalis. Ku berusaha belajar teknik kamera yang baik denga rumus wide, midle, close sesuai yang diajarkan disana.
Keesokan harinya ku
mulai meliput ke daerah lain sambil ngejemput adiku yang dipsantren.
Awalnya ku mau meliput berita tentang kerudung buat lebaran. Namun, ditengah perjalanan ku melihat makam KH. Zaenal mustafa salah satu pahlawan nasional. Ku masuk kemakam itu dan mulai mengambil gambar seorang diri. Dimakam itu aku fokus mengambil gambar. Kulakukan dengan hati dalam mengambil video taman makam pahlawan itu. Terus ku temuin ahli kunci makam itu. Ku bertanya tentang sejarah makam itu dengan teknik yang diajarkan kakak- kakaku di kantor. ku bertanya lepas lalu dan kuliput semua itu dengan sepenuh hati. Kemudian kuserahkan liputanku ke kantor. ku pasrah karena kusudah melakukan yang terbaik. Ku tak sadar dengan yang kuliput saking aku semangatnya liputan ku meliput sesuatu hal yang kutakuti. Editor itu bertanya neng ngeliput yang makam? Lalu ku menjawab, “hah, ia dan kudiam sejenak, ternyata ku melipput makam seorang diri bagaimana bisa kuseberani itu. Aku sadar aku paling takut ke tempat itu, karena mungkin kulakukan semuanya dengan hati jadi ku tak sadar dengan yang kuliput. Ku hanya fokus enggel kamera yang baik yah ku terlalu fokus akan itu. Terus anehnya lagi kubisa lancar menulis berita kurang dari lima menit naskah selesai. Tulisan itu mengalir begitu saja yah karena tulisanku juga kutulis dengan hati.
Awalnya ku mau meliput berita tentang kerudung buat lebaran. Namun, ditengah perjalanan ku melihat makam KH. Zaenal mustafa salah satu pahlawan nasional. Ku masuk kemakam itu dan mulai mengambil gambar seorang diri. Dimakam itu aku fokus mengambil gambar. Kulakukan dengan hati dalam mengambil video taman makam pahlawan itu. Terus ku temuin ahli kunci makam itu. Ku bertanya tentang sejarah makam itu dengan teknik yang diajarkan kakak- kakaku di kantor. ku bertanya lepas lalu dan kuliput semua itu dengan sepenuh hati. Kemudian kuserahkan liputanku ke kantor. ku pasrah karena kusudah melakukan yang terbaik. Ku tak sadar dengan yang kuliput saking aku semangatnya liputan ku meliput sesuatu hal yang kutakuti. Editor itu bertanya neng ngeliput yang makam? Lalu ku menjawab, “hah, ia dan kudiam sejenak, ternyata ku melipput makam seorang diri bagaimana bisa kuseberani itu. Aku sadar aku paling takut ke tempat itu, karena mungkin kulakukan semuanya dengan hati jadi ku tak sadar dengan yang kuliput. Ku hanya fokus enggel kamera yang baik yah ku terlalu fokus akan itu. Terus anehnya lagi kubisa lancar menulis berita kurang dari lima menit naskah selesai. Tulisan itu mengalir begitu saja yah karena tulisanku juga kutulis dengan hati.
Seperti biasa
keluargaku menonton acara TV tempatku magang, namun saat itu aku tak nonton
dari awal karena kepalaku sakit. Pas keruang keluarga beritaku dimuat. Ku
langsung menangis, apakah itu itu yang dimaksud ruh jurnalis? Yah.. jurnalis
sejati bukan dari bagaimana pintar tekniknya, berapa besar ipknya, atau apapun
tapi jurnalis sejati ialah jurnalis yang memberikan karya terbaiknya dengan
hati. Ketika ruh jurnalis itu sudah ada dijasad kita kita pasti bisa menjadi
jurnalis yang sesungguhnya.
Itulah pengalaman
magangku di TV lokal radar TV tasikmalaya.
Terimakasih semuanya.
Sukses untuk kita semua ..
Jadi semangatttt
BalasHapus